Rabu, 17 Februari 2016

Era Digital, Bagaimana Nasib Koran?

Gambar diambil dari sini


Hayooo ngaku, kapan terakhir kali pegang koran?
dipake apa? dibaca? atau malah dijadiin bungkus barang? hehe...
jaman dulu di setiap daerah banyak loper koran yang tiap pagi naik sepeda datengin satu-persatu rumah pelanggannya demi mengantarkan koran teranyar.
Tradisi baca koran sambil ngopi tiap pagi pun menjadi  hal yang lumrah untuk sebagian besar penduduk Indonesia. Kalo ga sempet baca di rumah, koran bisa dibawa untuk dibaca di kantor sambil duduk-duduk selow ala para P*S yang lalu lupa kerja.

Dulu rasanya mudah ditemui lapak-lapak penjual koran, jenisnya macam-macam, mulai dari koran harian, koran khusus bisnis, hingga koran lampu merah yang judul beritanya aja udah cetarrr menarik pembaca. Pun saat di lampu merah, tidak asing terdengar suara, "koran..koran...koran baru hari ini, satu lagi koruptor ditangkap". 

Di era digital, orang sudah tidak perlu mencari koran untuk mengetahui berita terkini. Berita ada di segenggaman tangan dan tekanan jempol. Tidak perlu menunggu loper koran setiap pagi, tinggal klik judul yang ingin dibaca, dalam beberapa detik (kalo sinyal ciamik) kita sudah disuguhkan berita yang ingin dibaca.


Bisa dijelaskan kenapa era koran meredup. Sedikit opini saya, antara lain :
  • Eranya serba paperless, demi melestarikan lingkungan, jadi kita meminimalisir penggunaan kertas yang sumbernya dari kayu/pohon. Dulu perlu nebangin pohon-pohon untuk dijadikan kertas. Sedangkan sekarang untuk memunculkan berita digital, si penulis hanya butuh laptop, ketak-ketik, kirim ke produser/editor by e-mail untuk dikoreksi, pake laptop ato pc juga, kalo proses sudah kelar dan ada approval final bisa langsung diunggah deh. kurang lebih gitu prosesnya.
  • Proses pembuatan koran lamaaa...perlu beberapa tahap sebelum akhirnya sampai di tangan para pembaca setianya, sedangkan proses pembuatan berita digital lebih singkat.
  • Masyarakat sedang gandrung socmed. Untuk mengetahui berita terkini tidak perlu cari koran ato e-newspaper. Tinggal kepoin twitter atau FB saja untuk tahu beberapa inti berita yang sedang hits.
  • Biaya. Membeli koran seharga Rp. 2.000 untuk mendapatkan berita yang terbatas sedangkan dengan Rp. 2.000 pula masyarakat sudah bisa puas baca berita yang diinginkan, lebih banyak dari berita yang dibaca di koran. Tentu ini juga tergantung provider yang digunakan...

Memang koran masih memiliki peminat, tapi jumlahnya makin jauh menurun dibanding tahun 90-an karena satu-persatu masyarakat mulai menikmati kemudahan dari apa yang disebut "online".
Hal ini pastinya berdampak juga kepada para penjaja koran. Populasinya pun ikut menurun dan sudah jarang ditemui di pinggir-pinggir jalan.

Ya, era digital memang memudahkan manusia, tapi perlahan dapat memusnahkan koran dan para penjajanya.

2 komentar:

  1. Nice opinion, kalo dari segi membaca menurutku lebih enakan baca koran kertas.

    BalasHapus
  2. waah terima kasih sudah berkunjung, Pak.

    iya, saya sebagai anak muda juga kadang masih lebih suka baca koran. beritanya ga asal-asalan seperti yang kebanyakan ada di media online.

    BalasHapus